Monday, November 11, 2013

ILMU POLITIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

   Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan

     Adakalanya dipersoalkan apakah ilmu politik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau tidak, dan disangsikan apakah ilmu politik memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan. Soal ini menimbulkan pertanyaan: apakah yang dinamakan ilmu pengetahuan itu? Umumnya dan terutama dalam ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya secara empiris (berdasarkan pengalaman) Menemukan hukum-hukum ilmiah inilah yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah.
    Kalau definisi yang tersebut di atas dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya tidak atau belum memenuhi syarat, oleh karena sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu. Hal ini disebabkan karena yang diteliti adalah manusia, dan manusia adalah makhluk yang kreatif, yang selalu menemukan akal baru yang belum penah diramalkan dan malahan tidal dapat diramalkan. Lagipula tingkahlaku manusia itu tidak selalu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional dan logis, sehingga mempersukar usaha untuk mengadakan perhitungan serta proyeksi untuk masa depan.
    Para sarjana ilmu social pada mulanya cenderung untuk menemukan definisi yang lebih umum sifatnya seperti yang terlihat pada pertemuan-pertemuan sarjana-sarjana ilmu politik yang diadakan di  Paris pada tahun 1948. mereka berpendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah “keseluruhan dari pengetahuan yang tcrkoordinasi mengenai pokok pemikiran tertentu” (the sum of coordinated knowledge relative to a determined subject). Definisi yang serupa pernah dikemukakan oleh seorang ahli Belanda yang mengatakan "llmu adalah pengetahuan yang tersusun,  sedangkan pengetahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis" (wetenschap is geordende kennis; kennis is gesystematiseerde observatie).    Apabila perumusan-perumusan ini dipakai sebagai patokan, maka jelaslah bahwa ilmu politik boleh dinamakan suatu ilmu pengetahuan.
     Akan tetapi, tenyata bahwa banyak sarjana ilmu politik tidak puas dengan perumusan yang luas ini, oleh karena ia tidak mendorong para ahli untuk memperkembangkan rnetode ilmiah. Disesalkan kurangnya usaha untuk mengidentifisir pola-pola ulangan dalam proses politik untuk dijadikan dasar bagi penyusunan generalisasi. Diharaptan oleh mereka agar ilmu politik menggunakan cara-cara baru untuk meneliti gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa politik  secara lebih sistematis, berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris dan dengan menggunakan kerangka teoritis yang terperinci dan ketat. Pendekatan baru ini terkenal dengan nama "pendekatan tingkah laku" (behavioral approach).
     Pendekatan tingkah laku ini timbal dalam masa sesudah Perang Dania ll, terutama dalam decade lima puluhan, sebagai gerakan pembaharuan yang ingin meningkatkan mutu ilmu politik. Gerakan ini terpengaruh oleh karya-karya sarjana sosiologi MaxWeber dan Talcott Parsons, disamping penemuan-penemuan baru di bidang psikologi. Sarjana-sarjana ilmu politik yang terkenal karena pendekatan tingkah-laku politik ini ialah Gabriel A. Almond (Structural-functional analysis), David Easton (General system analysis), Karl W. Deutsch (Communications theory), David Truman, Robert Dahl dan sebagainya.
     Salah satu pemikiran pokok dari pelopor-pelopor "pendekatan tingkah-laku" adalah bahwa tingkah laku politik lebih menjadi focus, dari pada lcmbaga-lembaga politik atau kekuasaan atau keyakinan politik. Akan tetapi yang lebih menonjol lagi ialah penampilan suatu orientasi tertentu yang mencakup beberapa konsep pokok. Konsep-konsep pokok dari kaum behavioralis dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tingkah laku politik memperlihatkan keteraturan yang dapat dirumuskan dalam generalisasi-generelisasi. Generalisasi-generalisasi ini pada asasnya harus dapat dibuktikan kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku yang relevan.
Untuk mengumpulkan dan menafsirkan data diperlukan teknik-teknik penelitian yang cermat.
Untuk mencapai kecerniatan dalam penelitian diperlukan pengukuran dan kuantifikasi.
Dalam membuat analisa politik nilai-nilai pribadi si peneliti sedapat mungkin tidak main peranarl.

6    Penelitian politik menipunyal sikap terbuka terhadap konsep-konsep  teori-teori dan

   Ilmu sosial lainya
      Dalam proses interaksi dengan ilmu-ilmu social lainnya misalnya dimasukkan istilah baru seperti system politik, fungsi, peranan, struktur, buciaya politik dan sosialisasi politik disamping istilah lama seperti Negara kekuasaan, jabatan, institute, pendapat umum dan pendidikan kewarganegaraan.
     Dalam rangka timbulnya pendekatan tingkah-laku, pada dewasa ini telah berkernbang beberapa macam analisa yang mengajukan rumusan-rumusan baru tentang ilmu politik sebagai ilmu pengetahuan, kedudukan nilai-nilai (volue) dalam penelitian politik serta satuan-satuan social yang hendak diamati.

0 comments:

Post a Comment