Sunday, November 17, 2013

Pendekatan Supervisi Kolaboratif



Pendekatan Supervisi Kolaboratif
Jika diperhatikan secara seksama, pendekatan kolaboratif adalah perpaduan antara pendekatan Supervisi direktif dan non direktif. Dugaan itu benar, jika diperhatikan dari aspek tanggung jawab terlaksananya kegiatan Supervisi. Artinya supervisor dan guru berbagi tanggung jawab. Tugas Supervisi dalam hal ini adalah mendegarkan dan memperhatikan secara cermat keluhan guru terhadap masalah perbaikan, peningkatan dan pengembangan pengajarannya, dan sekaligus memperhatikan pula gagasan-gagasan guru untuk mengatasi masalah itu selanjutnya. Supervisor dapat memintas penjelasan terhadap hal-hal yang diungkapkan guru yang kurang dipahami. Selanjutnya ia mendorong guru mengaktualisasikan inisiatif yang dipikirkan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, atau untuk meningkatkan dan mengembangkan pengajarannya (Glickman; Gordon & Glickman, 1984).
Beberapa pakar Supervisi mengemukakan, bahwa gagasan pendekatan kolaboratif dalam Supervisi, diilhami oleh gerakan hubungan instansi (The Human Relations Movement). Gagasan ini sekaligus merupakan pula reaksi terhadap praktk model Supervisi klasik yang mengatakan bahwa fungsi Supervisi pengajaran adalan untuk mengawasi mutu dengan cara mengarahkan, menunjukkan, mengaharuskan, memantau menilai dan mengajar (Wiles & Lovell, 1975). Dalam praktek Supervisi, pendekatan ini disebut juga sebagai Supervisi kolegiat, kesejawatan atau korepatif, yang lebih banyak meilhami karya para pakar Supervisi klinis (Lovell dan Wiles, 1983: Cagon 1973, 1976 Goldhammer, 1980).
Krajewski dan Anderson (1980) melalui berbagai penelitian mengembangkan siklus Supervisi yang berbasis hubungan kolaboratif antara Supervisi dan guru untuk mengaktifkan yang berbasis hubungan kolaboratif antara supervisor dan guru untuk mengaktifkan Supervisi. Untuk itu Flanders (1976) menyebut Supervisi kolaboratif sebagai Supervisi klinis selanjutnya, ia menjelaskan bahwa Supervisi kolaboratif merupakan kemitraan dalam inkuiri dua orang yang mengadu alternative, dimana supervisor berposisi semangat mitra yang lebih berpengalaman untuk proses inkuri. Lerch (1980) dan Werner (1980) menemukan adanya harapan guru untuk berbagai tanggung jawab dalam proses Supervisi, terutama dalam memecahkan masalah pengajaran yang dihadapi guru. Kedua ahli itu menyimpulkan bahwa pendekatan kolaboratif dalam Supervisi lebih efektif, karena adanya kolgialitas antara supervisor dan guru dalam memecahkan masalah pengajaran yang dihadapi para guru. Kesimpulan itu memperkuat pendapat Sergiovanni (1976) yang menyatakan bahwa hubungan yang lebih intensif dan bersifat kolegial dipersyaratkan dalam Supervisi tradiosional. Reavis (1978) dan Thompson (1979) menemukan fakta bahwa Supervisi harus didasarkan pada kepedulian guru, dan bukan pada kepedulian supervisor. Karena itu guru harus dilatih untuk menetapkan keutusan secara bebas guna mengembangkan sikap profesionalnya, sehingga  terwujud apa yang mereka namakan Peer Supervision, Hall (1974) melaporkan ditemukan sikap yang lebih posistif pada para guru yang disupervisi dengan pendekatan kolaboratof. Sementara itu, Shuma (1973) menemukan dalam penelitiannya bahwa para guru yang memperoleh perlakukan berdasarkan Supervisi kolaboratif memiliki perasaan pertumbuhan sebagai gutu. Pertumbuhan itu ditandai dengan adanya hubungan yang dibangun antara supervisor dan guru, jika dibandingkan dengan guru yang tidak pengalami perlakuan semacam itu.
Penelitian yang diadakan oleh Ginkel (1983) terhadap sejumlah guru SD, menempatkan pendekatan kolaboratif pada peringkat pertama, disamping kedua pendekatan Supervisi lainnya. Para guru yang menyatakan bahwa pendekatan Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang paling di sukai. Sementara itu pula, Glickman (1985) dengan menunjuk penelitian yang dilakukan oleh Venezky, Humphries bersama Marsh, menemukan juga katagori pendekatan Supervisi berdasarkan pengalaman mengajar guru. Ia menyimpulkan, guru yang telah berhasil mengembangkan kompetensi dan motivasinya cenderung untuk lebih menyukai pendekatan Supervisi kolabotratif.
Dari kajian di atas timbul pertanyyan: apakah yang membedakan pendekatan Supervisi pengembangan seperti yang dijelaskan oleh ketiga pendekatan yang telah dikemukakan di atas? Klarifikasi yang dikemukakan oleh Olivia (1984:514) berikut ini, menjelaskan hal tersebut. Carl D. Glickman has introduced a collaborative orientation between directive and nondirective behavior Glickaman desrribed a supervisory continuum from directive to collaborative to nondirective be orientation for each of thes dominant behavior Glickman outlined a pattern of behaviors, as follows.

Directive                                          Collaborative                              Nondirective
Orientation                                       Orientation                                 Orientation
Clarifying                                         Listening                                    Listening
Presenting                                        Clarifying                                   Clarifying
Demonstrating                                 Presentating                               Encourating
Directing                                          Problem Solving                         Presentating
Standardizing                                   Negotiating                                Negotiating
Reinforcing                                      Supervisor Initiated                   Teacher Initiated

Dengan demikian, pendekatan Supervisi pengembangan tidak melihat masing-masing pendekatan (Ditektif, kolaboratif, dan non direktif sebagai pendekatan yang berdiri atau terpilah-pilah, melainkan pendekatan ini merupakan suatu kebulatan yang berada dalam suatu kontinum). Jadi proses supervisinya berkembang dari direktif ke kolaboratif, sehingga mencapai tingkat non direktif. Sebagaimana dampak perkembangan dari perolehan belajar guru, (Rossiconne, 1985 : 16) merumuskan sebagai berikut “Development supervision in the process of supervisory behavior that is manifested in recognizing individual teacher’s needs, acknowledging and accepting the existence of varied rates of forofessional growth, and consequently, Matching types of supervisory behavior to these need and stages of professional growth”.
Penelitian yang dilakukan oleh Glickman (1985), menunjukkan bahwa pengalaman mengajar guru memiliki peranan penting dalam menetapkan pilihan pendekatan Supervisi. Para guru yang memotivasi dan keterampilannya rendah menilai kecenderungan untuk disupervisi dengan pendekatan direktif. Mereka yang telah berhasil mengembangkan kompetensi dan motivasinya cenderung lebih menyukai pendekatan kolaboratif. Selanjutnya para guru yang telah memiliki latar belakang pengalaman luas dan kompetensi serta motivasinya tinggi, maupun bekerja sama atau bekerja sendiri, dan mampu menemukan cara mendorong siswa belajar mendiri. Pendekatan yang sesuai bagi para guru yang tersebut terakhir ini adalah pendekatan non direktif.

0 comments:

Post a Comment