Pendekatan
Supervisi Kolaboratif
Jika diperhatikan secara seksama,
pendekatan kolaboratif adalah perpaduan antara pendekatan Supervisi direktif
dan non direktif. Dugaan itu benar, jika diperhatikan dari aspek tanggung jawab
terlaksananya kegiatan Supervisi. Artinya supervisor dan guru berbagi tanggung
jawab. Tugas Supervisi dalam hal ini adalah mendegarkan dan memperhatikan
secara cermat keluhan guru terhadap masalah perbaikan, peningkatan dan
pengembangan pengajarannya, dan sekaligus memperhatikan pula gagasan-gagasan
guru untuk mengatasi masalah itu selanjutnya. Supervisor dapat memintas
penjelasan terhadap hal-hal yang diungkapkan guru yang kurang dipahami. Selanjutnya
ia mendorong guru mengaktualisasikan inisiatif yang dipikirkan untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya, atau untuk meningkatkan dan mengembangkan
pengajarannya (Glickman; Gordon & Glickman, 1984).
Beberapa pakar Supervisi
mengemukakan, bahwa gagasan pendekatan kolaboratif dalam Supervisi, diilhami
oleh gerakan hubungan instansi (The Human Relations Movement). Gagasan ini
sekaligus merupakan pula reaksi terhadap praktk model Supervisi klasik yang
mengatakan bahwa fungsi Supervisi pengajaran adalan untuk mengawasi mutu dengan
cara mengarahkan, menunjukkan, mengaharuskan, memantau menilai dan mengajar
(Wiles & Lovell, 1975). Dalam praktek Supervisi, pendekatan ini disebut
juga sebagai Supervisi kolegiat, kesejawatan atau korepatif, yang lebih banyak
meilhami karya para pakar Supervisi klinis (Lovell dan Wiles, 1983: Cagon 1973,
1976 Goldhammer, 1980).
Krajewski dan Anderson (1980) melalui berbagai penelitian
mengembangkan siklus Supervisi yang berbasis hubungan kolaboratif antara
Supervisi dan guru untuk mengaktifkan yang berbasis hubungan kolaboratif antara
supervisor dan guru untuk mengaktifkan Supervisi. Untuk itu Flanders (1976)
menyebut Supervisi kolaboratif sebagai Supervisi klinis selanjutnya, ia
menjelaskan bahwa Supervisi kolaboratif merupakan kemitraan dalam inkuiri dua
orang yang mengadu alternative, dimana supervisor berposisi semangat mitra yang
lebih berpengalaman untuk proses inkuri. Lerch (1980) dan Werner (1980)
menemukan adanya harapan guru untuk berbagai tanggung jawab dalam proses Supervisi,
terutama dalam memecahkan masalah pengajaran yang dihadapi guru. Kedua ahli itu
menyimpulkan bahwa pendekatan kolaboratif dalam Supervisi lebih efektif, karena
adanya kolgialitas antara supervisor dan guru dalam memecahkan masalah
pengajaran yang dihadapi para guru. Kesimpulan itu memperkuat pendapat
Sergiovanni (1976) yang menyatakan bahwa hubungan yang lebih intensif dan
bersifat kolegial dipersyaratkan dalam Supervisi tradiosional. Reavis (1978)
dan Thompson (1979) menemukan fakta bahwa Supervisi harus didasarkan pada
kepedulian guru, dan bukan pada kepedulian supervisor. Karena itu guru harus
dilatih untuk menetapkan keutusan secara bebas guna mengembangkan sikap
profesionalnya, sehingga terwujud apa
yang mereka namakan Peer Supervision, Hall (1974) melaporkan ditemukan sikap
yang lebih posistif pada para guru yang disupervisi dengan pendekatan
kolaboratof. Sementara itu, Shuma (1973) menemukan dalam penelitiannya bahwa
para guru yang memperoleh perlakukan berdasarkan Supervisi kolaboratif memiliki
perasaan pertumbuhan sebagai gutu. Pertumbuhan itu ditandai dengan adanya
hubungan yang dibangun antara supervisor dan guru, jika dibandingkan dengan
guru yang tidak pengalami perlakuan semacam itu.
Penelitian yang diadakan oleh
Ginkel (1983) terhadap sejumlah guru SD, menempatkan pendekatan kolaboratif
pada peringkat pertama, disamping kedua pendekatan Supervisi lainnya. Para guru yang menyatakan bahwa pendekatan Supervisi
kolaboratif adalah pendekatan yang paling di sukai. Sementara itu pula,
Glickman (1985) dengan menunjuk penelitian yang dilakukan oleh Venezky,
Humphries bersama Marsh, menemukan juga katagori pendekatan Supervisi
berdasarkan pengalaman mengajar guru. Ia menyimpulkan, guru yang telah berhasil
mengembangkan kompetensi dan motivasinya cenderung untuk lebih menyukai
pendekatan Supervisi kolabotratif.
Dari kajian di atas timbul
pertanyyan: apakah yang membedakan pendekatan Supervisi pengembangan seperti
yang dijelaskan oleh ketiga pendekatan yang telah dikemukakan di atas?
Klarifikasi yang dikemukakan oleh Olivia (1984:514) berikut ini, menjelaskan
hal tersebut. Carl D. Glickman has introduced a collaborative orientation
between directive and nondirective behavior Glickaman desrribed a supervisory
continuum from directive to collaborative to nondirective be orientation for
each of thes dominant behavior Glickman outlined a pattern of behaviors, as
follows.
Directive Collaborative Nondirective
Orientation Orientation Orientation
Clarifying Listening Listening
Presenting Clarifying Clarifying
Demonstrating Presentating Encourating
Directing Problem Solving Presentating
Standardizing Negotiating Negotiating
Reinforcing Supervisor Initiated Teacher Initiated
Dengan demikian, pendekatan
Supervisi pengembangan tidak melihat masing-masing pendekatan (Ditektif, kolaboratif,
dan non direktif sebagai pendekatan yang berdiri atau terpilah-pilah, melainkan
pendekatan ini merupakan suatu kebulatan yang berada dalam suatu kontinum).
Jadi proses supervisinya berkembang dari direktif ke kolaboratif, sehingga
mencapai tingkat non direktif. Sebagaimana dampak perkembangan dari perolehan
belajar guru, (Rossiconne, 1985 : 16) merumuskan sebagai berikut “Development supervision in the process of
supervisory behavior that is manifested in recognizing individual teacher’s
needs, acknowledging and accepting the existence of varied rates of
forofessional growth, and consequently, Matching types of supervisory behavior
to these need and stages of professional growth”.
Penelitian yang dilakukan oleh
Glickman (1985), menunjukkan bahwa pengalaman mengajar guru memiliki peranan penting dalam menetapkan pilihan
pendekatan Supervisi. Para guru yang
memotivasi dan keterampilannya rendah menilai kecenderungan untuk disupervisi
dengan pendekatan direktif. Mereka yang telah berhasil mengembangkan kompetensi
dan motivasinya cenderung lebih menyukai pendekatan kolaboratif. Selanjutnya
para guru yang telah memiliki latar belakang pengalaman luas dan kompetensi
serta motivasinya tinggi, maupun bekerja sama atau bekerja sendiri, dan mampu
menemukan cara mendorong siswa belajar mendiri. Pendekatan yang sesuai bagi
para guru yang tersebut terakhir ini adalah pendekatan non direktif.
0 comments:
Post a Comment