Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Kenakalan
remaja adalah salah satu masalah serius yang banyak membawa dampak
negatif untuk semua pihak yang terlibat didalamnya. Untuk para remaja,
mereka bisa mendapatkan hukuman pidana, untuk pihak sekolah, mereka bisa
mendapatkan penilai yang buruk dari wali murid dan bahkan pemerintah.
Disamping itu, kenakalan remaja juga bisa membawa dampak buruk pada para
orang tua karena hal ini membuat mereka seolah-olah tidak mendidik anak
mereka dengan baik dan benar.
Sebenarnya, kenakalan remaja ini bisa diminimalisir oleh pihak
sekolah dan orang tua jika mereka mengetahui apa saja faktor penyebab
dari masalah ini. Pada umumnya ada dua faktor yang mendasari kenakalan
remaja. Faktor tersebut adalah:
Kurangnya pendidikan spiritual dan moral.
Kebanyakan pihak
sekolah dan orang tua hanya fokus pada pendidikan formal mengenai
bahasa, ekonomi, biologi, atau matematika saja tanpa memberikan
pendidikan spiritual dan moral yang memadai. Hal inilah yang membuat
kebanyakan remaja mudah dipengaruhi dengan hal-hal buruk yang bersifat
merusak, seperti tawuran, perkelahian, pencurian, dll.
Lingkungan sekolah yang tidak tidak aman.
Maksudnya adalah
tidak adanya peraturan yang tegas di dalam lingkungan sekolah sehingga
pengaruh buruk dari luar sekolah bisa masuk dengan mudah. Oleh sebab
itu, ada baiknya pihak sekolah segera memperbaiki kesalahan ini dan anda
sebagai orang tua harus pandai membaca situasi. Maksudnya adalah dengan
tidak menyekolahkan anak anda di sekolah yang lemah dalam hal
peraturan.
Faktor internal:
a.Krisis identitas:
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja
memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan
akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran.
Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.Kontrol diri yang
lemah:
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku
‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku
tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku
sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
a. Keluarga dan Perceraian
orangtua,
tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan
antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang
salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan
pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi
penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b. Teman sebaya yang kurang baik
c. Komunitas/lingkungan tempat
tinggal yang kurang baik.
Sedangkan
menurut Kumpfer dan Alvarado,
Faktor faktor Penyebab kenakalan remaja
antara lain :
a. Kurangnya sosialisasi dari
orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial.
b. Contoh perilaku yang
ditampilkan orangtua (modeling) di rumah terhadap
perilaku dan nilai-nilai
anti-sosial.
c.Kurangnya pengawasan terhadap
anak (baik aktivitas, pertemanan di
sekolah ataupun di luar sekolah, dan
lainnya).
d. Kurangnya disiplin yang
diterapkan orangtua pada anak.
e. Rendahnya kualitas hubungan
orangtua-anak.
f. Tingginya konflik dan
perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
g. Kemiskinan dan kekerasan
dalam lingkungan keluarga.
h. Anak tinggal jauh dari
orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain.
i. Perbedaan budaya tempat
tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau
lingkungan baru.
j. Adanya saudara kandung atau
tiri yang menggunakan obat-obat
terlarang atau melakukan kenakalan remaja.
Sarwono (1998) mengatakan bahwa
keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap individu. Sebelum anak
mengenal lingkungan yang luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan
keluarganya. karena itu sebelum anak anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat, pertama kali anak akan menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku di keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya.
Orang
tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun
negative. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang
sangat penting bagi remaja.
Menurut
Mu’tadin (2002) remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara
mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti kehendaknya sendiri. Situasi ini
dikenal dengan ambivalensi dan hal ini akan menimbulkan konflik pada diri
remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri,
sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap
lingkungan sekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja
menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya dan
orang lain disekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali di
ungkapkan dengan perilaku perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua
maupun orang lain yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain
disekitarnya.
Penilitian
yang dilakukan BKKBN pada umunya masalah antara orang tua dan anaknya bukan hal
hal yang mendalam seperti maslah ekonomi, agama, social, politik, tetapi hal
yang sepele seperti tugas-tugas di rumah tangga, pakaian dan penampilan.
Menurut Nalland (1998) ada beberapa sikap yang
harus dimiliki orangtua terhadap anaknya pada saat memesuki usia remaja, yakni
:
a. Orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak
dan berbicara
b. Kemandirian anak diajarkan secara bertahap
dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi
karena cara berfikir yang belum matang. Kebebasan yang dilakukan remaja terlalu
dini akan memudahkan remaja terperangkap dalam pergaulan buruk, obat-obatan
terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab dll
c. Remaja perlu diberi kesempatan melakukan
eksplorasi positif yang memungkinkan mereka mendapat pengalaman dan teman baru,
mempelajari berbagai keterampilan yang sulit dan memperoleh pengalaman yang
memberikan tantangan agar mereka dapat berkembang dalam berbagai aspek
kepribadiannya.
d. Sikap orang tua yang tepat adalah sikap yang
authoritative, yaitu dapat bersikap hangat, menerima, memberikan aturan dan
norma serta nilai-nilai secara jelas dan bijaksana. Menyediakan waktu untuk
mendengar, menjelaskan, berunding dan bisa memberikan dukungan pada pendapat
anak yang benar.
0 comments:
Post a Comment